Pernah
baca headline "Istri Dibakar Suami Hidup-Hidup"? tentunya sering sekali
bukan? apalagi jurnalisme yang sekarang kita anut menurut Saya si Bego
bin Tolol ini adalah jurnalisme "yang penting headline". Makin 'nonjok'
headlinenya, makin laku medianya.
Saat
ini Saya sedang berpikir tentang sang suami yang tega membakar
istrinya, lalu kenapa sang suami berani dan nekad melakukan kejahatan
yang dia tahu akan ketahuan cepat atau lambat, kemudian saya persempit
lagi ke pertanyaan dasar "emang salah saya apa?" yang berlaku dikedua
belah pihak tentunya.
Mungkin
sang suami adalah orang yang sangat pemarah dasarnya, ditambah keadaan
ekonomi yang sangat menjerat leher ini dia semakin tidak dapat
mengendalikan emosinya. Frustasi karena tidak dapat menyediakan
kebutuhan lahir bagi keluarganya sang suami mungkin kemudian menjadi
orang yang suka mabuk-mabukan (apalagi untuk mabuk sekarang lebih murah
daripada untuk membeli sembako).
Karena
lama tidak dapat menjalankan kewajiban lahiriah, dengan sendirinya
kebutuhan batiniah akan distop oleh sang istri. Tambah pusing lagi kawan
kita ini bukan?.
Sang
istri yang tadinya sangat ramah dan menjaga sikap pada saat pacaran
menjadi berubah juga 180 derajat kala sang suami pulang dengan tangan
hampa, kata-kata kasar yang menteror mental sang suami terburai lepas
dari mulutnya. Sepanjang hari sepanjang waktu sepanjang masa.
Paling
enak memang menyalahkan pemerintah atas keadaan ekonomi yang berujung
krisis keluarga ini. Yang punya jabatan terhormat makin korup, yang
tidak punya pekerjaan makin mabuk (dalam artian sebenarnya mabuk). With
the perfect excuse, you can create the perfect crime and the perfect
alibi (halah).
Tapi
apakah memang harus begini jalannya? apakah Pancasila hanya menjadi
kata-kata yang sekedar diucapkan saja pada saat harus diucapkan? padahal
menurut Saya hanya pelu satu sila saja, ya! EKASILA! yaitu KETUHANAN
YANG MAHA ESA. Ya lagi! setiap warganegara berkewajiban mempunyai Tuhan
dan menjalankan perintah Tuhan sebaik-baiknya. Menjalankan perintahNYA
dan menjauhi laranganNYA.
Dan
Saya yakin di agama manapun dan di kitab suci apapun, yang dijanjikan
Tuhan adalah kita akan dapat bersikap adil dan beradab terhadap sesama
manusia Indonesia, karena bersikap adil dan beradab, maka persatuan
antar manusia Indonesia dapat dicapai sehingga tidak akan ada saling
su'udzon antara pemimpin dan yang dipimpin, rakyat akan dapat dipimpin
oleh sebuah permusyawaratan perwakilan sebagai hikmahnya, dan
karena seluruh fungsi diatas dijalankan atas nama Tuhan, Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat akan dapat tercapai.
Kembali
ke pertanyaan "emang salah saya apa?" apabila EKASILA tersebut dapat
diwujudkan dengan penuh rasa tanggung jawab, maka separah-parahnya, Saya
ulangi: separah-parahnya jika sang suami pulang tidak membawa hasil dan
dalam keadaan mabuk, maka sang istri akan hanya berkata:
"Kok pulangnya mabuk Pa?, kan sayang uangnya bisa dibelikan beras untuk makan".
dari pada kata-kata provokatif seperti:
"Udah
gak dapet duit, yang ada dibeliin miras, udah mabok sekarang malah
pulang kerumah lagi, dasar laki-laki gak tau diuntung!".
Tapi
pesan Saya, kalau Anda adalah laki-laki, empatikan diri Anda jika punya
istri yang sedemikian dajjal pula. Sehingga pastinya anda akan berpikir
dua ribu kali jika ingin melakukan perbuatan tersebut diatas.
Bukan
tidak mungkin kita kaum laki-laki memerlukan Komnas tandingan seperti
Komnas Perlindungan Lelaki karena sejatinya undang-undang KDRT juga
berlaku untuk laki-laki bukan, atau malah bisa mungkin korban KDRT lebih
banyak laki-laki daripada perempuan, hanya saja yang terekspos media
hanya wanita saja dengan dalih "headline-nya lebih nonjok".
Jadi,
pernyataan "kalo dicubit sakit ya jangan nyubit" (kedua kalinya saya
ungkapkan di blog ini) berlaku untuk sang suami dan sang istri,
usahakanlah agar dielus-elus saja supaya sakitnya cepat hilang jika
tercubit sambil berusaha menyampaikan pesan agar sang pasangan jangan
mencubit lagi.
Menutup
tulisan ini, Saya mau meng-klaim bahwa peribahasa "gajah bertarung
dengan gajah, pelanduk mati ditengah" sudah tidak dapat dipakai lagi.
Bodoh sekali si pelanduk sudah tahu ada gajah berbaku hantam masih mau
ada ditengah. Yang lebih cocok adalah "gajah bertarung dengan gajah,
yang sudah pasti rusak adalah rumput tempat para gajah bertarung".
Jika
antar pasangan di Indonesia saja sudah bertarung, maka keadaan sekitar
merekalah yang akan rusak, ya anaknya, ya keluarganya. Akhirnya
kerusakan tersebut akan meluas seantero Indonesia.
---
Ditulis 18 Juli 2008. Karena satu dan lain hal harus dipindahkan ke blog ini.
No comments:
Post a Comment