Saturday, July 12, 2008

8438-VIII

Suatu sore saat akan berangkat main boling, seperti biasa Jakarta tidak lengkap dengan Machicha Mochtar-nya. Sementara padat merayap diujung bundaran Senayan dan masih terkena sekali lagi lampu merah sebelum memutar balik kearah Ratu Plaza dari arah Semanggi, tiba-tiba saya dikejutkan dengan manuver sebuah kendaraan sedan Mitsubishi Gallant Diamante berwarna hijau tentara (dan ternyata memang mobil tentara) dari arah Jl. Sisingamangaraja berputar kembali menuju Jl. Sisingamangaraja.

"Kan itu dilarang" dalam hati saya berpikir.
"Lumayanlah polisi dapet uang kopi sore" saya bersu'udzon.
"Lah lah lah ... kok polisi melengos aja liat pelanggaran" kembali saya berujar dalam hati.
"Independen bullshit nih Polri, yang jelas ngelanggar aja gak berani di stop-in cuman gara-gara warna-nya ijo".

Memang kalau dilihat dari plat nomornya, pastilah setingkat Kolonel keatas yang menumpang (ya menumpang dong, lha wong pake duit kita kok belinya) mobil tersebut. Mungkin daripada melanggar peraturan tidak tertulis antar penguasa, sang polisi kemudian berpura-pura tidak melihat pelanggaran tersebut.

Selebriti dalam konteks "manusia yang jadi sorotan publik" sedianya berbaik laku dalam setiap kesempatan sehingga image yang tertanam dalam benak manusia lain yang melihat akan paling sedikit menghargai atau paling ekstrim mengikuti kebaikan tingkah lakunya. Namun apa yang saya lihat sungguh sangat berbeda.

Pemimpin harus jadi suri tauladan. Kata-kata basi namun penuh arti ini kembali saya kemukakan dalam tulisan ini. Pemimpin adalah pengemudi, dia yang akan menjadi tolok ukur pengikutnya dan menjadikan kendaraan yang dikemudikannnya aman sampai ditujuan. Bukannya malah membuat hal yang bila diikuti oleh para terpimpin menjadikan bangsa ini "kacrut" meminjam istilah anak jaman sekarangnya.

Lebih basi lagi apabila memikirkan mereka-mereka seharusnya orang yang terpelajar, seharusnya lebih bisa menampilkan kesan terpelajarnya ketimbang kesan buruk seperti yang sudah saya kemukakan. Lebih buruk dari yang paling buruk, saya tidak dapat berbuat apa-apa, hanya dapat melihat karena saat itu lampu sedang menyala merah (sebagai orang Indonesia, wajar bukan saya bersifat defensif @#$%^%$).

Akhirnya lalu lintas yang saya lalui beranjak dan saya sampai di halaman parkir bowling center di salah satu pusat perbelanjaan Jakarta.

"Halo boss ... apa kabar?" seorang teman boling yang sedang turun dari kendaraannya menyapa saya.
"Woi boss ... baik-baik ... lu gimana?" ucap saya juga berbasa-basi.

Kendaraan teman saya ini sungguh idaman saya setelah kejadian di bundaran Senayan tadi, sebuah mobil jeep Cheeroke, warna hijau tentara, dengan plat nomor tentara yang nomornya tersembul dari bahan kuningan menandakan mobil ini biasa ditumpangi oleh paling rendah seorang Brigadir Jenderal.

Terus kalau begini siapa yang salah sih? supir sang kolonel entah diperintah oleh atasannya atau tidak?, sang Jendral yang mengijinkan anaknya memakai mobil dinas? atau saya yang belum punya uang untuk melapisi mobil saya dengan cat khas tentara?

Malamnya saya chat dengan seorang teman lama di SMP yang sekarang menjadi juragan cat mobil.

"Lu punya cat biru angkatan udara gak?"
"Mang napa?"
"Gw pengen nge-cat mobil gw jadi warna biru AU"
"Biar apa?"
"Biar aman aja gak diganggu polisi"
"Susah dapetnya bos, gak sembarangan bisa"
"Tapi bisa elu dapet kan?"
"Bisa sih, mobil lu apaan?"
"Kijang"
"Ya udah, 5 literan cukup kayaknya"

Tiba-tiba saya terkesiap, plat nomor saya bukan plat nomor Jakarta. Plat nomor saya dari Kalimantan Timur!.

"Bos, gak jadi deh ... setelah gw pikir gak worth it juga mau gaya-gayaan gitu"
"Lah elu bos ... gak jadi cuan dah gw"

Alhamdulillah, ALLAH SWT masih sayang sama saya. DIA tahu cara menghentikan saya dari bibit kearoganan yang nyata-nyata dibuat-buat.

PS: Seluruh kejadian nyata apa adanya saya ceritakan, yang saya samarkan hanya plat nomor pada judul tulisan ini.
     dari pada kena pasal, kan lebih baik menghindar bukan?

Piss!!!

1 comment:

Ichan Mulyono said...

Supaya aman, kenapa potong rambut cepak sama badan kotak-kotak?

Hehehe... Piss, Bos!